Tradisi Nyadran

Daftar Isi
Tradisi Nyadran di Padukuhan Kalisonggo
Tradisi Nyadran Padukuhan Kalisonggo

Tradisi Nyadran merupakan bagian dari budaya masyarakat Jawa, khususnya di Padukuhan Kalisonggo, yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan doa untuk para leluhur yang telah wafat. Seiring perkembangan zaman, tradisi ini mengalami akulturasi antara budaya Jawa dan ajaran Islam, sehingga menjadi tradisi keagamaan dan budaya yang sarat makna spiritual.

Di Padukuhan Kalisonggo, Tradisi Nyadran biasanya dilaksanakan pada hari Jumat, di minggu yang sama setelah perayaan Tradisi Baritan yang digelar setiap Selasa Kliwon. Lokasi pelaksanaan berada di area tertinggi Makam Kalisonggo, tepatnya di sebelah barat regol (gapura) makam.

Kegiatan utama dalam pelaksanaan Tradisi Nyadran di Kalisonggo meliputi:

  • Besik atau pembersihan makam, yaitu kegiatan gotong royong membersihkan makam para leluhur dari sampah, rumput liar, dan kotoran lainnya. Aktivitas ini mencerminkan nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap nenek moyang.
  • Doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat, dalam hal ini Bapak Rois, sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan agar arwah para leluhur diberi kedamaian.
  • Kembul Bujono dan Tasyakuran, yaitu acara makan bersama setelah doa. Warga membawa makanan dari rumah masing-masing, biasanya berupa nasi tumpeng lengkap dengan urap sayur, telur rebus, dan beberapa juga menyajikan ingkung ayam. Tradisi makan bersama ini memperkuat nilai sosial dan kebersamaan antarwarga.

Tradisi Nyadran tidak hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga menjadi warisan budaya lokal yang mempererat hubungan antarwarga serta memperkuat identitas budaya masyarakat Padukuhan Kalisonggo.

Posting Komentar